Latest Entries »

Banyak sahabat yang berkeluh kesah atas bentuk kehidupannya yang tidak seindah kehidupan impian surgawi, atau bahkan seolah terjebak dalam tataran keseharian yang tidak beranjak dari derita dan sengsara.  Jalan-jalan kehidupan seolah memang berputar dalam siklus tak bertepi dan berujung, hanya menyisakan ruang-ruang hampa tanpa harapan nyata.  Detik berlalu menit berganti dan bahkan tahun berselang pun, hanya melahirkan serangkaian album kehidupan yang suram, gersang, tidak menarik jiwa sama sekali.

Namun apakah benar demikian?  Seorang arif berkata bahwa hidup adalah syatu anugerah dan berkah tak terhingga, karena memberikan suatu kesempatan tak terbatas dalam memilih, apakah mulia dalam pengabdian sesama sebagai tabungan akan anugerah Illahi di kehidupan keabadian atau bahkan sebagian telah nampak dalam dunia kefanaan.  Ataukah memang mengabdikan diri pada bentuk kehidupan sesaat yang memang memberikan manfaat keunggulan kehidupan yang instan: kekayaan duniawi, kemaharajaan kekuasaan, popularitas yang membuai.

Namun sebenarnya hidup adalah  suatu kesempatan emas untuk mengembangkan kasih kepada sesama dan kehidupan luas, juga kearifan diri dalam bentuk pelayanan, pengabdian serta ketulusan kerendahan hati, kesabaran dan ketabahan.  Karena hidup memang tidak selamanya indah, bahkan seorang Douglas McArthur berdoa agar kepada putranya diberikan kehidupan yang keras dan perjuangan tak kenal henti, agar putranya terdidik menjadi insan pemimpin dan tangguh terhadap kerasnya terpaan kehidupan.  Hidup juga merupakan suatu kesempatan untuk mengejawantahkan diri,  mengembangkan keluhuran hati Nurani, mengakhiri penderitaan dan membangun sukacita.

Secara mendalam, hidup juga merupakan suatu kesempatan untuk mewujudkan nilai dan makna hidup itu sendiri.   Tidak perlu mencari, karena sebenarnya manusia hanya diminta untuk tafakur, hening dan berdialog dengan diri yang suci untuk menemukan “what the happines inside”.  Kebahagiaan tidak akan timbul dari ornamen atau tambahan atribut semu yang dibuat dalam peradaban manusia, tetapi kebahagiaan adalah bilamana hidup yang sedang dimiliki, sepenuhnya didedikasikan bagi kehidupan luas.

Karena hidup adalah anugerah dan kesempatan, tentu akan ada batas dari hidup itu sendiri untuk selanjutnya berlayar di samudera kebahagiaan, yang sebenarnya merupakan suatu kesempatan luas untuk menentukan jati diri sejati dalam kehidupan.  Dan karena hidup sebenarnya merupakan proses dinamis yang berjalan berulang, semua mengikuti prinsip tebar tuai, memperoleh refleksi perbuatan nyata selama kehidupan seperti layaknya sebuah pelaksaan tugas secara mirroring.

Selamat menikmati hidup

Sustainabilitas

Sebuah kata yang bermakna cukup tinggi, dan diharapkan keberwujudannya baik oleh dunia bisnis atau kehidupan keseharian masyarakat, karena mengandung kepastian keberadaan dalam jangka waktu yang panjang atau mungkin tidak terbatas, baik karena alasan manfaat, eksistensi atau mungkin bahkan status quo kondisi yang telah dimiliki, dan bukan untuk sesuatu yang dirasakan terbatas dalam dimensi waktu dan manfaatnya.

Dalam kondisi turbulensi, di tengah kenihilan suatu tataran baku, terkadang banyak yang terjebak kedalam kondisi permisif yang mengijinkan pelaksanaan tanpa aturan, bisnis dengan hanya satu tujuan berupa maksimalisasi keuntungan, memanipulasi tatanan hukum ataupun etika yang ada, yang seluruhnya dilandasi oleh ketamakan dan atau keinginan berlebih untuk memperoleh suatu skala bisnis dan tentunya manfaat yang besar dalam waktu singkat.   Etika, norma, nilai-nilai budaya luhur, dipandang sebagai penghambat yang akan menempatkan skala bisnis dalam suatu wadah yang terbelakang, suatu dunia idaman yang tidak perlu diwujudkan, bahkan dipandang sebagai hal yang using belaka.  Bahkan bisnis dan tataran keluhuran nilai tersebut seolah disepakati sebagai dua hal berbeda yang tidak mungkin berjalan seiring.

Sejujurnya, bisnis dan peran hidup yang penuh dengan kesantunan terjadap aturan tertulis dan tidak, nilai luhur yang diakui maupun tidak, norma dan tataran kehidupan bermasyarakat dan berbisnis, bukanlah seperti jalan lurus tanpa hambatan.  Selalu bertabrakan dengan kondisi yang seolah kasat mata, atas godaan dalam perjalanan, atas suatu bujukan manfaat segera tanpa susah payah upaya untuk memuliakan peran jalan kehidupan yang diharapkan.

Namun akhirnya, kesadaran akan perlunya untuk kembali kepada kemuliaan nilai luhur yang dituangkan dalam pola pikir, paradigma dan perilaku keseharian maupun berbisnis, yang mencerminkan perwujudan nilai luhur budaya, kesantunan tataran (good corporate governance) telah timbul, baik karena dipaksa oleh kondisi turbulensi yang telah menghancurkan banyak sendi kehidupan dan bisnis, maupun kesadaran luhur setelah letih dengan segala pola perilaku yang sebenarnya hanya menjanjikan kehancuran bersama.

Walaupun demikian, dalam implementasinya, tidaklah hanya semata berlandaskan suatu ukuran semata, sebagaimana kata kata bijak bahwa “sesuatu yang luhur tidak dapat diukur, dan segala sesuatu yang dapat diukur tidak secara serta merta mencerminkan keluhuran”, bukan hanya dalam bentuk scoring baku yang menentukan derajat kemuliaan, namun harus dilandasi suatu kebijaksanaan, suatu wisdom dan niatan mulia untuk memberikan yang terbaik bagi kehidupan dan berbisnis.

Keberhasilan memang tidaklah serta merta akan diperoleh setelah seluruh tataran mulia diinternalisasikan secara mendalam, namun sebagaimana layaknya kehidupan, derajat kemuliaan tidak senantiasa diukur dengan keberhasilan tetapi dari upaya maksimal untuk mencapainya, demi memperoleh suatu wujud yang diharapkan: sustainabilitas.

Strategi perubahan

Seringkali kita merasa letih dalam menapaki langkah kehidupan, rasanya jiwa ini tidak pernah senyatanya beristirahat, tidak pernah batin ini mampu sejenak tidur dan tenang, tidak pernah hati ini berhenti berpacu dengan perubahan yang senantiasa menggulung dan mendera kehidupan.  Nampak seolah tidak adil dan menyiratkan pernyataan, sebenarnya apa makna kehidupan di alam kefanaan ini, berjuangkah terus dalam mensikapi perubahan yang tidak henti-hentinya memicu diri untuk senantiasa siaga dalam tekanan, dalam hempasan gelombang secara terus menerus.

Berubah atau mati, sebuah idiom yang rasanya seolah usang, namun tidaklah demikian.  Indonesia yang seolah menjadi terjebak dalam tatanan yang goyah, persatuan yang tercerai berat, deraan informasi yang bahkan menyentuh ranah-ranah kehidupan pribadi, norma-norma kehidupan yang menjadi sangat rapuh, adalah beberapa contoh nyata akan suatu bentuk nyata perubahan yang harus dihadapi.  Meletihkan memang bila kita menyadari bahwa seberapa rapuh nilai kehidupan ini, tidak ada nilai baku yang mampu bertahan dalam kisaran yang lama atau bahkan abadi.  Apa yang kita yakini, apa yang kita miliki saat ini, belum tentu akan berada dalam pelukan diri untuk waktu yang permanen.

Merupakan suatu hal yang manusiawi bila perubahan senantiasa dicurigai akan merusak tatanan yang telah ada. Perubahan dianggap hanya akan mengganggu kenyamanan dan status quo yang telah terbentuk. Perubahan hanya akan sarat dengan ketidakpastian wujud masa depan, yang mungkin tidak akan lebih baik dari kondisi saat ini. Namun apakah benar perubahan hanyalah akan berbuah kesia-siaan? Apakah bukan kekhawatiran yang ada hanya dilandasi oleh ketakutan berdasarkan ketidaktahuan (fear of the unknown)? Mungkinkah ketakutan tersebut dilandasi oleh kultur yang tidak cukup permisif terhadap perubahan revolusioner yang sebenarnya menjanjikan perbaikan di luar batas angan-angan? Bukankah setiap langkah kehidupan senantiasa merupakan wujud kompromi antara harapan dan risiko yang terkandung di dalamnya?

Dalam beberapa hal perubahan memerlukan pengorbanan berupa beberapa langkah surut. Tetapi bila selanjutnya diikuti dengan lompatan langkah maju, bukankah perubahan tersebut menjanjikan perbaikan yang tak terbayangkan sebelumnya? Perubahan perlu diantisipasi dalam bentuk kajian mendalam akan gerakan gulir arah yang mungkin terjadi, dan diantisipasi dengan formulasi langkah solusi alternatif yang tepat.

Selamat menjalani perubahan, nyalakan semangat dan kesediaan untuk menangkap makna keindahan terdalam di dalamnya.

 

Suatu pernyataan usang yang seringkali dikatakan berulang, bahwa hidup adalah suatu pilihan, sebenarnya merupakan sebuah pernyataan yang mendalam dan bermakna tinggi bila dikatakan dengan sepenuh hati dan jiwa, bukan retorika semata.  Bermakna tinggi, karena keluhuran manusia adalah bila mampu memilih jalan kebaikan sebagai acuan kehidupannya dan bukan jalan mudah yang tidak menyisakan sebuah perjuangan tanpa henti, tanpa onak duri, tanpa dinding terjal kehidupan yang harus kita lalui.  Bermakna mendalam, karena memang manusia dibekali sebuah kesempatan yang tidak diberikan oleh Tuhan kepada malaikatNya, yaitu bekal yang memadai untuk memilih kehidupan apa yang dijalaninya, mampu bertindak sebagai penguasa jalan kehidupannya sendiri, sangat mampu bahkan apalagi dilengkapi dengan kenyataan bahwa ada sistematika semesta luas untuk mengabulkan doa dan bahkan ucapan insan manusia, yang tentunya disertai juga dengan upaya sungguh-sungguh untuk merealisasikannya.

Waktu kehidupan sehari yang hanya 24 jam, bagi sementara sahabat adalah waktu yang teramat singkat untuk berbuat banyak hal yang bermakna bagi kehidupan luas, bukan untuk dirinya sendiri.  Namun bagi sahabat yang lain, merupakan detik waktu yang lambat bergerak, karena sibuk menempatkan diri di suatu genesis yang diharapkan akan tiba, bagai mengharapkan adanya sang mesiah yang akan menolong kehidupannya.  Padahal, keajaiban kehidupan sebenarnya ada pada keseharian kehidupan, pada setiap helaan nafas, pada setiap detakan jantung, pada  setiap jejak lagkah, pada setiap ucapan, pada setiap pikiran atau bahkan suara hati yang seluruhnya akan tergabung dalam mozaik indahnya kehidupan, bukan pecahan-pecahan yang tidak terekat satu sama lain.

Indahnya kehidupan adalah kehidupan yang bermakna, yang meninggalkan goresan tinta emas karya, baik terwujud dalam karya nyata yang kasat mata, namun juga ucapan dan kata-kata yang menggambarkan pemikiran luhur dan menggugah yang mampu memberikan warna kehidupan yang lain bagi pendengarnya.  Bukan merupakan sikap yang menuntut, yang meminta, atau mungkin memohon, adanya suatu prasyarat sebelum memulai karya bakti, namun lebih mengoptimalkan seluruh sumberdaya yang dimiliki untuk meraih sesuatu yang nyata di kondisi yang ada.

Lakukan, lakukan dan biarlah mengalir dan mengalir hingga ke samudera terjauh sekalipun.  Biarlah sang karya nyata mewarna kehidupan ini, menyisakan sebuah torehan tinta emas dalam kehidupan fana yang singkat, namun sang karya nyata akan abadi dalam kehidupan, akan diceritakan dengan penuh kebanggaan, kekaguman, kerinduan, penghormatan dan juga doa, yang mampu menembus ruang dan waktu

Kefitrian hati

Hari kemenangan atas perjuangan selama sebulan menentang hawa nafsu, bahkan yang paling alami sekalipun yaitu makan dan minum, memang patut disyukuri dan dimaknai secara mendalam, penuh ketafakuran, bahwa Insya Alloh kita telah disucikan, telah kembali fitri, telah dimurnikan.   Bentuk puja dan puji dipanjatkan ke hadiratNya, merupakan hal yang sangat wajar dan sangat dianjurkan bahkan diwajibkan guna menjadi sarana pendekatan kepada ZatNya yang Maha Kuasa, merupakan sebuah sarana menundukkan diri pada kondisi ketidakberdayaan di ufuk kaki kebesaranNya.

Hanya, sebagian sahabat melupakan esensi penyucian batin dan jiwa terdalam tersebut, sehingga setelah sebulan penuh dibersihkan dan dijauhkan dari segala luapan nafsu duniawi, menjadikan Hari yang seharusnya penuh kefitrian malahan dengan eforia kenafsuan yang paling mendasar pula dari diri insan: ingin diakui eksistensi melalui suatu upaya pamer akan keberhasilan diri dalam bentuk atribut sesaat seperti pakaian, perhiasan gemerlap, mobil atau ornamen kebanggaan sesaat lainnya.  Atau mungkin memandang hari yang seharusnya sangat perlu diisi dengan kesukacitaan spiritual, hanya dipandang sebagai hari pembebasan atas semua kekangan, terbebas dari semua larangan, dan menjadi suatu momentum titik balik mundur ke perilaku sebelumnya atau mungkin bahkan lebih menyimpang dari sebelum menjalani penyucian diri.

Hati nan fitri, jiwa nan suci, batin yang sangat halus dan tunduk pada Illahi, namun tegar menghadapi tantangan kehidupan karena memang sudah merupakan jalan yang harus ditempuh, adalah hadiah tak ternilai dari Sang Khalik setelah menjalani hari-hari penuh kesempatan untuk menjadi mulia, derajat yang meningkat, hingga mungkin mencapai kesetaraan kehendakNya pada kita.   Kebahagiaan sejati akan diperoleh dalam bentuk kesesuaian diri terhadap kehendak Sang Maha, senantiasa mengiyakan pada kehendak Sang Alam, mematuhi batas yang telah digariskan setelah secara totalitas melaksanakan upaya sangat maksimal untuk memperoleh ridloNya.

Selamat Idul Fitri 1 Syawal 1432 H.

Setelah kepergian sang terkasih

Hidup memang tidak akan sama setelah sebelah jiwa pergi menghadap Sang Khalik, tetapi sebelah jiwa masih ada dan harus menghadapi kerasnya kehidupan, beratnya deraan yang harus dipikul. tingginya tangggungjawab yang harus dipenuhi yang terkadang mustahil dilaksanakan karena tidak memiliki sumberdaya yang ada.   Terlebih, sebelah jiwa tersisa harus mampu tegar menghadapi kehilangan berupa ketiadaan sang terkasih yang setia menyerta selama lebih dari separuh perjalanan kehidupan.

Tetapi itulah kebesaran Sang Maha, yang Maha Mengetahui seberapa jauh sebelah jiwa tersisa mampu menghadapi kerikil dan batu tajam menghadang di kegersangan jalan panjang yang harus dilalui,  sebelum berangkat menuju kekudusan surgaNya sebagai janjiNya bagi setiap insan yang mampu mengisi hari hari kehidupannya dengan amalan yang baik, dengan karya terpuji, bahkan dengan pikiran, hati, jiwa dan ucapan yang mampu membelai hati dan jiwa yang terjebak dalam ketandusan kegersangan kehampaan harapan dan kebergunaan dalam kehidupan,

Sang terkasih telah pergi meninggalkan kehampaan, bukan luka, karena hanya karya dan perilaku terpujilah yang abadi dalam kenangan, yang bahkan masih menyiratkan kata-kata bijak yang mendalam bagi kehidupan, yang juga mampu menaungi hati batin dan semangat perjuangan menyelesaikan sekian banyak banyak kesempatan bakti diri bagi kehidupan yang akan meningkatkan harkat derajat di depan Sang Illahi, Pemilik dan Kuasa Semesta nan maha luas.

Sang terkasih tetap hadir dalam jiwa, dalam batin yang terdalam, menyertai setiap langkah bakti dan jiwa dalam keheningan.  Memberikan semangat, mendampingi langkah-langkah jalan kehidupan mendatang.  Ia akan abadi di dalam keabadian, memberikan semangat bagi kekasihnya yang masih ada di alam fana, untuk kembali suatu saat nanti menjadi pengantin di keabadian, kesakralan hidup abadi di surgaNya  yang kekal.

Selamat jalan sang terkasih, kau senantiasa ada dalam hati, jiwa dan pikiran kami, beristirahatlah tenang dalam haribaan Illahi, sebagai balasan yang amat sepadan dengan karya dan kesungguhanmu mendampingi kami kemarin, hari ini dan mendatang.

Totalitas

Hidup memang tidak linier dan seragam, tidak akan sama peran yang diemban, ada yang berperan kaya raya namun ada pula yang papa, ada yang sebagai raja diraja namun ada pula yang rakyat jelata, ada yang menjadi pemimpin negara yang makmur sentosa namun adapula yang menjadi rakyat ditindas dari suatu kenegaraan yang lalim dan korup.   Semua dengan atribut peran yang harus dijalani dengan mengalir dan hanya mengalir, yang tidak menyisakan bendungan di dalam hati yang suatu waktu akan meledak tak terkendali karena kekuatan menahannyapun akan ada batasnya.

Totalitas merupakan suatu keikhlasan yang mendalam akan seni peran yang sedang dan harus dijalani dengan penuh keikhlasan, keterlibatan yang penuh, hati yang tanpa batas untuk menyelesaikannya, tanpa pamrih, tanpa mengharapkan prasyarat apapun walaupun mungkin harus dengan mengorbankan nyawa sekalipun.   Semuanya hanya dengan satu kata, laksanakan sesempurna mungkin, walaupun menyadari bahwa kesempurnaan dan keberhasilan seringkali merupakan hal yang sulit dicapai karena merupakan rahasia Illahi yang tersimpan di dalam Arasy Nya yang Maha Agung.

Berbagai peran kehidupan seringkali secara simultan berada dalam suatu titik kehidupan, yang bila dirasakan dan difikirkan secara nalar logis menjadi sesuatu hal yang mustahil terlaksana: keluarga yang memerlukan perhatian sangat mendalam, pekerjaan yang menuntut suatu pengabdian tak terbatas, ataupun profesi lain yang menuntut profesionalisme tertinggi.  Namun hidup terkadang di luar nalar, terkadang harus dilalui dengan pola pikir terbalik, tidak ada yang tidak mungkin sepanjang diupayakan, dilaksanakan, dan mendapat ridlo perkenan Sang Maha.  Bukankah memang beratnya beban yang dipikul akan setara dengan kemampuan berlebih yang diamanahkan Nya kepada diri, untuk menguak rahasia kekuatan di dalam diri (awakening the giant within), akan memunculkan aura kemuliaan yang tertimbun di sanubari terdalam di bawah limpahan ketidakyakinan akan kemampuan agung yang dimiliki?

Totalitas adalah pengabdian akan karya, bukan permintaan atas sesuatu hasil atau upah.  Totalitas adalah wujud kebersamaan kita dalam tuntunan Illahi, tidak bernegosiasi atas kehendak Illahi yang Maha Tahu atas apa yang terbaik dan bukan apa yang selayaknya kita minta.   Totalitas pula lah yang akan meningkatkan kemuliaan nilai diri, mensejajarkan kita pada strata insan mulia yang sangat diharapkanNya tercapai.

Selamat berjuang, selamat menjalankan seni peran yang semoga menjadi sarana peningkatan kualitas diri.

Keabadian

Kehidupan diterima seluruh insan bahwa bermula dari kelahiran dan berakhir dengan kematian, di dalamnnya adalah ruang waktu dan kesempatan untuk memilih, apakah menjadi seorang sufi yang memandang kehidupan sebagai keagungan dalam ketidakmelekatan terhadap apapun, atau terjebak dalam kegemilangan tahta dan harta yang tak terhingga dan akan menjamin seluruh keturunan untuk hidup dalam keberlimpahan.  Seakan kekayaan dan kemuliaan duniawi itu lah yang akan terefleksikan dalam keabadian.

Namun sayangnya kehadiran kita sebagai insan mulia, sebagai Sang Jiwa Suci, tidak semudah itu.  Kita ada karena tercipta dan tidak akan berakhir sebenarnya, kita bermula dalam keberakhiran, dan kita berakhir dalam kebermulaan, semuanya dalam siklikal keabadian.  Kehadiran di alam fana ini adalah sefana istilahnya, ada penggal waktu yang terbatas karena ketahanan fisik yang akan ada batasnya, menurunnya kemampuan fikir dan keberdayaan membawa kehidupan fana ini menjadi sesuatu.  Namun keabadian adalah kebersatuan kembali Sang Jiwa Suci dalam Jiwa Nan Agung, tidak ada lapar, tidak ada dahaga, tidak ada derita, dalam wujud jiwa dan atau rukh yang telah termurnikan dan tersucikan, dalam kurun waktu yang tidak terbatas karena memang dalam keabadian tidak ada waktu yang memisahkan dan tidak ada dimensi yang membedakan.  Semua menjadi satu dalam kebersamaan keesaan yang indah.

Bersyukurlah karena kita ditakdirkan untuk tampil menjadi insan mulai, kebanggaan Sang Khalik.  Hanya apakah menyongsong kebersatuan yang abadi dengan Sang Khalik, haruslah diisi dengan perilaku hedonis, perilaku menyimpang, pengisian jiwa dengan kehampaan kenikmatan duniawi semata, dengan satu pembenaran bahwa kesempatan itu tidak akan pernah ada lagi.  Tidakkah rela bahwa Sang Jiwa Suci di dalam sanubari diri ini menjadi menderita, menangisi kesesatan langkah yang telah diambil?

Waktu untuk merubah masih tersedia, dan kesempatan itu ada, saat ini, tidak kemarin dan tidak esok karena esok belum tentu akan menjadi milik diri, mungkin akan kembali menjadi milik sang waktu.  Berjalanlah dengan kepala tunduk, merendah, tetapi dengan jiwa tegar, menentang badai dan topan untuk memperoleh kemuliaan bagi bekal menyambut keabadian yang indah

Seringkali sahabat yang kita temui dalam kehidupan, dan juga diri kita sendiri, berhenti di tepi keramaian jalan kehidupan, bersandar pada pohon yang teduh menaungi dari terik surya perjuangan kehidupan itu, dan berkata “saya atau kami sudah lelah, berapa jauh lagi perjalanan untuk mencapai tujuan kahir kehidupan harus kami lalui”.

Sebagian dari sahabat atau juga diri kita sendiri, surut dan keluar dari jalan kehidupan itu dan merelakan sisa kehidupan dalam kepasrahan atau mungkin keputusasaan mendalam.  Namun sebagian dari sahabat, kembali melangkahkan kaki dan derap perjuangan kehidupan, walaupun sang surya kehidupan tetap terik membakar.  Ada bekal semangat yang baru, ada gelora jiwa yang kembali membahana dan memberikan energi dan stamina baru untuk menjemput ufuk kebahahagiaan jauh di ujung akhir kehidupan.  Sebagian memang tidak menjumpai terminal akhir perjuangan kehidupan sesuai dengan gambaran awal, namun Sang Kehidupan menghadiahi dengan bentuk kebahagiaan lain yang jauh melampaui harapan.

Kehidupan memang misteri,  sarat dengan perjuangan tanpa ujung, tanpa henti.  Kadang bahagia dalam derita, kadang kehampaan dalam kebahagiaan, atau sering terjadi keputusasaan dalam deraan kehidupan.  Namun semuanya tersirat dalam kata kata yang terwujud dalam kenyataan kehidupan, yang menyiratkan sejuta makna kehidupan sejati sesuai kehendak dan suratan Illahi.   Tidak ada yang sama untuk setiap wujud kehidupan insan, karena memang semua pribadi insan membawa misi dan suratannya masing-masing, semua dengan peran yang unik dalam orkestrasi kehidupan milyaran jiwa yang telah, sedang dan akan hadir.

Kelelahan semoga segera berhenti dengan semangat, terik surya matahari kehidupan biarlah segera berlalu dan digantikan dengan keteduhan batin, kesiapan diri dan jiwa untuk kembali menyongsong buah dari perjuangan kehidupan.

Ketika doa doa dan upaya seakan tidak terjawab,

kau memintaku merelakanmu pergi,

untuk kehidupan lain yang tanpa sakit, tanpa duka, tanpa derita

hanya tafakur dalam kebersatuan denganNya

ketika akhir perjalanan kehidupanmu seolah menjadi nyata, tak terelakkan, tak terhindarkan

bahkan seolah firdaus dan oasis di tengah ketandusan kehidupan fana

di saat itu, kau memintaku melepaskan tangan batin dan membuat tanganku harus melambai ikhlas

namun suasana hatiku tak akan lagi sama

separuh jiwaku melayang sudah

akan menyisakan hari-hari kegersangan kasih, keteduhan, keindahan semangat kehidupan

aku hanya dapat berharap, tunggulah aku di pintu surga

segera, kekasihku, istriku, kita akan bersama lagi di keabadian

(doa harapan untuk isteriku tercinta)